Analisis Konsep Tri Hita Karana dan Implementasinya dalam Agama sebagai Civic Virtue

Sesya Azzukhruf Fairuz
7 min readFeb 11, 2023

--

Istilah Tri Hita Karana diambil dari bahasa Sansekerta “tri, hita, dan karana”, dimana kata Tri memiliki makna tiga, Hita bermakna bahagia, sedangkan Karana memiliki arti penyebab (Jaya, 2019). Secara garis besar, Tri Hita Karana merupakan ajaran dalam agama Hindu yang diterapkan oleh masyarakat Bali. Tri Hita Karana mengupayakan manusia untuk menjaga hubungan dengan tiga unsur kehidupan guna mencapai suatu kebahagiaan. Ketiga unsur tersebut meliputi hubungan manusia dengan Tuhan yang disebut oleh umat Hindu di Bali sebagai Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Parhyangan), hubungan manusia dengan satu sama lain (Pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungannya (Palemahan) (Lilik & Mertayasa, 2019). Adapun nsur-unsur Tri Hita Karana tersebut telah tertulis dalam kitab suci Bhagavad Gita III. 10 (Budiastika, 2022).

Konsep Tri Hita Karana mementingkan terwujudnya masyarakat yang dapat hidup berdampingan, kehidupan yang rukun, dan penuh toleransi serta rasa damai. Dengan tercapainya tiga nilai utama dalam konsep Tri Hita Karana, manusia diyakini akan mencapai suatu keseimbangan yang menjadi akar dari kehidupan yang sejahtera. Bila ditelusuri lebih lanjut, konsep Tri Hita Karana oleh umat Hindu memiliki perspektif yang relatif serupa dengan konsep agama sebagai Civic Virtue. Civic Virtue dapat diartikan sebagai bagian dari warga negara dan hubungannya dengan masyarakat umum. Menurut Quigley dan Bahmuelleer dalam karya tulis Dikdik Baehaqi Arif, Civic Virtue mengacu pada kemauan warga negara untuk mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi (Arif, 2017). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Civic Virtue berarti sikap dan keinginan warga negara dalam mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dalam suatu komunitas (Syarifa, 2019).

Dalam hubungannya dengan agama, Civic Virtue menuntut seluruh umat beragama untuk tetap memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, baik milik individu maupun komunitas. Indonesia sebagai negara yang mewajibkan seluruh penduduknya untuk memikliki keyakinan memerlukan penerapan atas konsep Civic Virtue. Keberadaan Civic Virtue menjadi krusial untuk menciptakan kehidupan yang demokratis dalam suatu negara. Menurut Nicollo Mchiavelli, seorang filsuf dan tokoh politik yang juga mewariskan pemahaman tentang konsep Civic Virtue, negara yang baik adalah negara yang warganya secara aktif terlibat dalam sudut pandangan politik serta mengetahui bahwa negara yang otentik lahir dari menempatkan kepentingan bersama di atas segala bentuk kepentingan pribadi (Matei, 2011).

Konsep Tri Hita Karana didasari oleh keyakinan umat Hindu di Bali bawasannya alam semesta memiliki awal mula yang sama yaitu dari Tuhan (Jagatkarana). Adapun pernyataan tersebut didasari oleh salah satu bagian dari Kitab Bhagawad Gita Bab VII. Sloka 6 yang menyatakan bahwa semua makhluk yang ada di dunia ini berasal dari garbha (kandungan) Tuhan (Jaya, 2019). Dengan demikian, sangat wajar apabila manusia diperintahkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhannya. Konsep tersebut menjadi dasar dari salah satu unsur yang ada dalam Tri Hita Karana.

Selanjutnya, dalam unsur hubungannya dengan manusia, pemeluk agama Hindu juga menyepakati bahwa Tuhan tidak menciptakan manusia dalam keadaan sendirian. Manusia diciptakan oleh Tuhan ke dalam berbagai komunitas. Untuk mencapai kehidupan yang tentram, manusia perlu membangun hubungan yang baik dengan sesama manusia. Hubungan antar manusia harus dibangun atas dasar saling menghargai, saling mengasihi, serta saling menuntun. Demikian terciptalah dasar dari unsur berikutnya dari Tri Hita Karana, yakni menjalin hubungan yang harmonis dengan manusia.

Sementara itu, dalam unsur hubungannya dengan alam (Bhuwana), Tri Hita Karana mengharapkan manusia untuk menjaga hubungannya dengan alam dengan cara memelihara kelestariannya. Lingkungan perlu dijaga dan dicegah kerusakannya, karena Tuhan telah menciptakan alam bagi manusia untuk hidup di dalamnya. Lingkungan yang tertata rapi dan asri akan membangun keindahan. Keindahan itulah yang akan menimbullkan rasa tenang dan tentram dalam diri manusia. Oleh sebab itu, manusia harus menjaga hubungannya dengan alam.

Bagi masyarakat Bali, konsep Tri Hita Karana kini menjadi komponen penting dalam berbagai aspek. Tri Hita Karana tidak hanya menggambarkan kepercayaan umat Hindu, tetapi juga menjadi identitas wilayah Bali. Eksistensinya dipercaya untuk menyejahterakan Pulau Bali secara keseluruhan, mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, politik, hingga pariwisata.

a. Kesehatan

Sebagai pedoman hidup bagi masyarakat desa adat di Provinsi Bali, Tri Hita Karana dipercaya memiliki hbungan dengan segala realitas yang terjadi dalam masyarakat. Tak terkecuali denagn wabah COVID-19 yang merajarela ke seluruh dunia pada tahun 2020 lalu. Munculnya penyebaran virus COVID-19 diyakini masyarakat Bali sebagai pengaruh dari pelaksanaan Tri Hita Karana itu sendiri. Masyarakat Bali percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia merupakan dampak dari pengamalan ketiga unsur Tri Hita Karana (Yasa, 2020). Oleh sebab itu, langkah yang perlu dilakukan guna memperbaiki isu tersebut ialah dengan meninjau kembali esensi dari Tri Hita Karana. Masyarakat diimbau untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan melalui pelaksanaan agama. Selain itu, masyarakat juga perlu merekonstruksi hubungannya dengan satu sama lain, yakni dengan tetap berbagi kebaikan di tengah musibah. Terakhir, masyarakat perlu memperbaiki hubungannya dengan alam dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, sesuai protokol pencegahan COVID-19 (Yasa, 2020).

b. Pendidikan

Selain pada aspek kesehatan, ajaran Tri Hita Karana juga sangat mempengaruhi perkembangan karakter siswa. Perilaku yang didasari oleh ajaran Tri Hita Karana patut ditanamkan sejak dini dan dibudayakan untuk diinternalisasikan kepada peserta didik sebagai upaya pengembangan karakter. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik serta bijak dalam mengambil keputusan sehari hari dengan berorientasi pada nilai tata krama (Jaya, 2019). Jika dilakukan secara optimal, nilai karakter yang terkandung pada ajaran Tri Hita Karana akan dapat membangun potensi peserta didik. Adapun pendidikan karakter yang didasari oleh ajaran Tri Hita Karana dapat berfungsi untuk membangun pribadi yang terbuka akan kehidupan yang multikultural, melahirkan generasi yang cerdas, berbudaya, berpotensi untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, dan menjadi teladan yang baik, serta memiliki sikap warga negara yang cinta damai, saling menghormati satu sama lain, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam satu harmoni (Depdiknas, 2011).

c. Politik

Masyarakat Bali meyakini bahwa penanaman konsep Tri Hita Karana sangatlah penting dalam diri seorang pemimpin. Dalam konsep Parhyangan, seorang pemimpin diharapkan untuk dapat melakukan pendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Dzat yang menguasai seluruh alam semesta. Adanya hubungan yang baik antara seprang pemimpin dengan Tuhan akan menangkal pengaruh negatif yang berpotensi membahayakan suatu komunitas. Kemudian, pada konsep Pawongan, seorang pemimpin perlu menjaga keharmonisan hubungannya dengan manusia lain, terutama dengan masyarakat yang dipimpinnya tanpa memandang perbedaannya. Dengan demikian, pemimpin tersebut akan dipandang sebagai pemimpin yang adil serta tidak menimbulkan persepsi negatif oleh rakyatnya. Terakhir, dalam konsep Palemahan, seorang pemimpin juga perlu menjaga kelestarian alam dan lingkungan, terutama dalam wilayah yang dipimpinnya. Lingkungan yang dilestarikan nantinya akan menjadi ruang yang nyaman bagi penghuninya. Demikian apabila seorang pemimpin dapat mengamalkan seluruh konsep Tri Hita Karana, maka ia akan dinilai sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dengan baik (Sunny, 2018). Nantinya, masyarakat yang dipimpin akan dapat hidup dengan Bahagia, harmonis serta menjaga kerukunan hingga mencapai kesejahteraan.

d. Pariwisata

Bali merupakan destinasi wisata paling popular di kalangan manca negara. Sebagai pulau dengan budaya yang kental serta memiliki daya tarik yang fenomenal, perekonomian Bali sangat bergantung pada sektor pariwisatanya. Akan tetapi, sektor pariwisata kebudayaan di Bali tidak hanya berfokus pada peningkatan ekonomi saja, tetapi juga sebagai sarana pelestarian budaya serta tradisi Hindu Bali. Adapun pariwisata budaya yang dikembangkan di Pulau Bali telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Bali, dimana pasal 1 ayat 14 menyatakan bawasannya Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan yang didasari oleh Kebudayaan Bali yang di dalamnya terkandung ajaran agama Hindu serta falsafah Tri Hita Karana (Udayana, 2017). Demikian terlihat jelas bahwa Tri Hita Karana juga memiliki peran penting dalam aspek pariwisata.

Menurut Udayana dalam penelitiannya, Bali memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat mempromosikan pariwisatanya dengan mencerminkan konsep Tri Hita Karana. Keindahan Bali perlu divisualisasikan menggunakan nuansa Tri Hita Karana yang merefleksikan keharmonisan. Udayana mencontohkan bahwa dalam rangka mempromosikan wisata lahan sawah, maka perlu ditunjukkan harmonisasi yang menonjol pada hubungan manusia dengan alam, manusia dengan manusia, serta manusia dengan Tuhan. Media promosi dapat mempertunjukkan aktivitas manusia yang sedang melakukan persembahan kepada alam, manusia yang tengah mencitrakan keharmonisan sosial, serta gambaran manusia yang tengah melakukan kegiatan keagamaan (Udayana, 2017).

Seluruh umat beragama meyakini bahwa Tuhan yang diyakininya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Umat Hindu khususnya, mempercayai bahwa hanya terdapat satu Kitab yang diyakini sebagai himpunan wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yakni Kitab Suci Veda. Kitab Suci Veda menjelaskan bahwa Tuhan telah memerintahkan umatnya untuk menjaga kerukunan seluruh umat beragama. Manusia perlu mengamalkan solidaritas, toleransi, serta menghargai setiap manusia tanpa membeda-medakan kepercayaan yang dianutnya.

Banyaknya aspek yang berlandaskan konsep Tri Hita Karana di Bali menjadi bukti bahwa suatu konsep keagamaan dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Pada konteks Agama sebagai Civic Virtue, Umat Hindu di Bali telah mengupayakan penerapan yang baik dalam menempatkankepentingan bersama di atas kepentingan peribadi. Tri Hita Karana menjadi pedoman yang patut untuk dijadikan tumpuan bagi masyarakat Bali dan Indonesia. Konsep tersebut mengajarkan pentingnya kebahagiaan bersama, kesejahteraan masyarakat, serta kerukunan adalah hal yang paling utama dibandingkan dengan kepentingan yang mengatasnamakan pribadi atau kelompok tertentu.

Sebagai masyarakat yang hidup di bangsa yang kaya akan kebudayaan, sudah sepatutnya rakyat Indonesia mengamalkan konsep Tri Hita Karana yang telah diajarkan oleh masyarakat Hindu di Bali. Edukasi tentang agama sebagai Civic Virtue juga perlu dipahami untuk membangun masyarakat yang sejahtera. Penganut agama Hindu di Bali telah menjadi sebuah realisasi akan adanya agama sebagai Civic Virtue. Konsep Tri Hita Karana mengajarkan bahwa agama seharusnya merekatkan manusia dengan komponen di sekelilingnya, bukan untuk memecah belah perbedaan yang telah diciptakan oleh Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, D. B. (2017). Pengembangan Kebajikan Kewargaan (Civic Virtue) dalam Masyarakat Multikultural Indonesia: Peran Pendidikan Kewarganegaraan. Journal Civics & Social Studies.

Budiastika, I. M. (2022). Hindu Implentasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Implentasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Kehidupan. Kemenag.Go.Id. https://kemenag.go.id/read/implentasi-ajaran-tri-hita-karana-dalam-kehidupan-01nv1

Depdiknas. (2011). Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu. Badan Standar Nasional Pendidikan.

Jaya, K. A. (2019). Membangun Mutu Pendidikan Karakter Siswa melalui Implementasi Ajaran Tri Hita Karana. Jurnal Penjaminan Mutu, 5(1).

Lilik, & Mertayasa, I. K. (2019). Esensi Tri Hita Karana Perspektif Pendidikan Agama Hindu. Jurnal Bawi Ayah, 10(2).

Matei, O. (2011). The Machiavellian Concept of Civic Virtues. Society and Politics.

Sunny, M. P. (2018). Pentingnya Penerapan Etika Kepemimpinan Hindu di Bali Berlandaskan Asta Brata dengan Berbasis Tri Hita Karana. Vidya Werita, 1(2).

Syarifa, S. (2019). Konsep Civic Virtue dan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia.

Udayana, A. A. G. B. (2017). Marginalisasi Ideologi Tri Hita Karana Pada Media Promosi Pariwisata Budaya Di Bali. MUDRA Jurnal Seni Budaya, 32(1).

Yasa, I. W. P. (2020). Tri Hita Karana untuk Pencegahan Covid-19 di Bali. Jurnal Socius: Journal of Sociology Research and Education, 7(1).

--

--

Sesya Azzukhruf Fairuz
Sesya Azzukhruf Fairuz

Written by Sesya Azzukhruf Fairuz

A sociology student with a good interest in society and family matters.

No responses yet